Apa Itu Aritmia...?
Teman semua, seperti yang kita ketahui bersama, semua jenis irama selain sinus rythm di katakan aritmia. Penilaian aritmia sangat dipengaruhi oleh kemampuan interpreter dalam interpretasi elektrokardiografi. Pemahaman mengenai aritmia sangat penting untuk mengidentifikasi kegawatan cardiovascular dan prognosis pasien.
Apa itu aritmia, bagaimana klasifikasinya, mengenai patofisiologi/mekanismenya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan aritmia, mari kita pelajari bersama ...sebelumnya yakinkan bahwa "ECG itu mudah..."
DEFINISI
Gangguan irama jantung yang disebabkan karena
kegagalan dari sistem konduksi baik pacemaker sebagai pembentuk impulse maupun
hantarannya.
Aritmia
timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi
yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994).
Gangguan
irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga
termasuk kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
ETIOLOGI
a. Hipoksia:
miokardium yang kurang oksigen adalah miokardium yang tidak sehat.
b. Iskemia dan
iritabilitas: infark miokardium merupakan keadaan yang umumnya menyebabkan
aritmia.
c. Pengaruh
sistem saraf otonom
d. Drugs
(obat-obatan)
e. Gangguan
elektrolit
f. Gangguan
metabolisme
g. Kelainan
hemodinamik
PATOFISIOLOGI
Apabila
terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit
di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia
a. Trigger
automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi
ialah adanya early dan delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil
yang timbul sesudah sebuah potensial aksi,
Apabila suatu ketika terjadi peningkatan
tonus simpatis misalnya pada gagal jantung atau terjadi penghambatan aktivitas
sodium-potassium-ATP-ase misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau
hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang iskemik misalnya
pada pemberian trombolitik maka keadaan-keadaan tersebut akan mnegubah voltase
kecil ini mencapai nilai ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial
aksi prematur yang dinamakan “trigger impuls”
Trigger impuls yang pertama dapat
mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan
seterusnya samapai terjadi suatu iramam takikardai.
b. Gangguan
konduksi
1)
re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu
jalur tergaggu sebagai akibat iskemia atau masa refrakter, maka gelombang
depolarisasi yang berjalan pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan
gelombang pada jalur B tetap berjalan seperti semula bahkan dapat berjalan secara
retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila beberapa saat kemudian
terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang
depolarisasi dari jalur B akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan
jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang
depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak sebagai generator yang
secara terus-menerus mencetuskan impuls. Reentri loop ini dapat berupa
lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant atau
microentrant.
c. Concealed
conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada jantung
kadang-kadang dapat menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini
disebut concealed conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada
fibrilasi atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd.
Biasanya gangguan konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
d. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat
pada sistem konduksi sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan
konduksi pada perinodal zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi
terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle
branch block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left
bundle branch block.
Jenis-jenis Aritmia
a. Gangguan
pembentukan impuls di sinus
·
Takikardia sinus
·
Bradikardia sinus
·
Aritmia sinus
·
Henti sinus
b. Pembentukan
impuls di atria
·
Ekstrasistol atrial
·
Takikardia atrial
·
Gelepar atrial
·
Fibrilasi atrial
·
Pemacu kelana atrial
c. Pembentukan
impuls di penghubung AV (Aritmia penghubung)
·
Ekstrasistol penghubung
·
Takikardia penghubung
·
Irama lolos penghubung
d. Pembentukan
impuls di ventrikel (Aritmia Ventrikuler)
·
Ekstrasistol ventrikuler
·
Takikardia ventrikuler
·
Fibrilasi ventrikuler
·
Idioventrikular
·
Asistol
e. Gangguan
Penghantaran Impuls
·
Blok sino-atrial
·
Blok atrio-ventrikuler
·
Blok intraventrikuler
Berdasarkan
keparahannya
a.
Aritmia minor; tidak memerlukan penanganan
segera dan umumnya tidak mempengaruhi sirkulasi. Mereka hanya mencerminkan
iritabilitas dari jantung.
b.
Aritmia major; mengurangi efisiensi dari
jantung atau tanda dari ancaman bahaya dan memerlukan pengobatan yang cepat.
c.
Aritmia yang mematikan atau lethal
arrhythmias- memerlukan resusitasi segera untuk mencegah ancaman kematian
seperti ventrikel takikardia, ventrikel fibrilasi, ventrikuler asistol,
Pulseless Electrical Activity(PEA), Torsade de Pointes (Latief, 2005).
. MANIFESTASI KLINIS
d.
Perubahan TD (
hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
e.
Sinkop, pusing,
berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
f.
Nyeri dada ringan
sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g. Nafas
pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti
pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor
Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
c. Foto
dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup
d. Skan
pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang
dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
e. Tes
stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
f.
Elektrolit :
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan
disritmia.
g. Pemeriksaan
obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan
tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i.
Laju sedimentasi :
Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai
faktor pencetus disritmia.
j.
GDA/nadi oksimetri :
Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi
Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1) Antiaritmia
Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A
Quinidin : adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flukter.
Procainamide : untuk ventrikel ekstra sistol atrial
fibrilasi dan aritmia yang menyertai anestesi.
Dyspiramide : untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
Lignocain : untuk aritmia ventrikel akibat iskemia
miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine : untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C
Flecainide : untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
2) Antiaritmia
Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade)
Atenol, Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia
jantung, angina pektoris dan hipertensi.
3) Antiaritmia
Kelas 3 (Prolong Repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
4) Antiaritmia
Kelas 4 (Calsium Channel Blocker)
Verapamil, indikasi Supraventrikular aritmia.
b. Terapi Mekanis
1) Kardioversi
: Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2) Defibrilasi
: kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat darurat.
3) Defibrilator
Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami
fibrilasi ventrikel.
4) Terapi
Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke
otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
B.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
Aktivitas
/ Istirahat:
Subyektif: kelemahan, kelelahan umum
dan karena kerja.
Obyektif: perubahan frekuensi jantung
/ TD dengan aktivitas / olahraga.
b.
Sirkulasi
Riwayat
IM sebelumnya / akut, kardiomiopati, GIK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Perubahan TD, contoh: hepertensi atau hipotensi
Nadi:
mungkin tidak teratur, denyut kuat teratur / denyut lemah.
Bunyi
jantung: irama tidak teratur, bunyi ekstra. Denyut menurun.
Kulit:
warna dan kelembaban berubah, contoh: pucat, sianosis, berkeringat (gagal
jantung. Syok). Edema.
c.
Integritas Ego
Pernafasan
gugup, pernafasan terancam. Stressor sehubungan dengan masalah medik, cemas,
takut
d.
Makanan / cairan
Hilang
nafsu makan, anoreksia. Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat). Mual/muntah,
perubahan berat badan, edema, perubahan pada kelembaban kulit / turgor.
e.
Neurosensori
Pusing,
berdenyut, sakit kepala, status sensori berubah, contoh: disorientasi, bingung,
perubahan pola bicara / kesadaran, pingsan, koma, perubahan pupil (reaksi
terhadap sinar).
f.
Nyeri / Ketidaknyamanan
Nyeri
dada ringan sampai akhirnya berat, di mana dapat atau tidak bisa hilang dengan
obat antiangina, gelisah.
g.
Pernafasan
Penyakit
paru kronis, penyakit atau penggunaan tembakau berulang., nafas pendek
batuk
(dengan atau tidak dengan produksi sputum), perubahan kecepatan atau kedalaman
pernafasan selama episode aritmia, bunyi nafas: bunyi tambahan (krekles,
ronchi, mengi) mungkin ada, menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri.
Temuan
Fisik
EKG:
Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
aritmia dan efek ketidak seimbangan elektrolit dan obat jantung.
Foto
dada: Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katub.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik, perubahan
struktural
b. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan menurunnya
curah jantung
c. Risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran
berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan: ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi, ditandai dengan:
kelemahan, kelelahan, perubahan tanda
vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat
2.
Intervensi
a. Diagnosa 1
Klien melaporkan penurunan episode dispnea,
tekanan daah dalam batas normal, irama jantung teratur, CRT 3 detik
-
Periksa keadaan klien dengan auskultasi nadi
apikal, kaji frekuensi, irama jantung
R: biasanya terjadi takikardi walaupun saat
istirahat itu untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel
-
Palpasi nadi perifer
R: penurunan curah jantung menunjukkan
penurunan nadi, dan pulsus alternan mungkin ada.
-
Pantau pengeluaran urine
R: ginjal berespon pada penuruna curah
jantung dengan menahan cairana dan natrium.
-
Batasi aktifitas
R: manuver valsava menyebabkan rangsang vagal
diikuti dengan takikardia, yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi
jantung/curah jantung.
-
Berikan oksigen tambahan
R: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardium, mencegah hipoksia.
-
Kolaborasi untuk pemberian obat
R: menghambat perangsangan adrenergik
jantung, menekan eksitabilitas dan kontraktilitas miokardium.
b. Diagnosa 2
Nadi klien normal, akral hangat, tidak pucat
-
Kaji status mental
klien
R: mengetahui derajat hipoksia pada otak.
-
Kaji warna kulit,
suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur
R: mengetahui derajat hipoksemia dan tahanan perifer.
-
Kaji kualitas
peristaltik
R: mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna serta
dampak penurunan elektrolit.
-
Periksa lab: Hb,
Ht, BUN, SC
R: mengetahui keadekuatan fungsi dan vaskularisasi secara keseluruhan.
Jika terjadi dekompensasi diambah komplikasi Hb rendah dan Ht tinggi, akan
memperberat gangguan perfusi. Ini akan mengurangi aliran darah ke ginjal
sehingga ginjal dapat mengalami gangguan fungsi yang daptat dimonitor dari
peningkatan kadar BUN.
c. Diagnosa 3
Klien tidak mengalami penurunan kesadaran.
-
Monitor kesadaran klien
R: mengidentifikasi kemungkinan hipoksia, penurunan
kesadaran.
-
Kaji status mental secara teratur
R: mengetahui derajat hipoksia otak.
-
Pantau vital sign
R: memantau hemodinamik pasien.
d. Diagnosa 4
Aktifitas klien sehari hari terpenuhi dan meningkatnya kemampuan
beraktifitas.
-
Tingkatkan
istirahat, batasi aktifitas
R: menurunkan kerja miokard.
-
Periksa tanda vital
sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
-
Catat respons
kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
jantung
dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3.
EVALUASI
a. Menunjukkan
peningkatan curah jantung
·
Tanda tanda vital dalam batas normal
·
Terhindar dari risiko penurunan perfusi
perifer
·
Tidak terjadi kelebihan volume cairan
·
Tidak sesak dan edema tidak terjadi
b. Mengalami
penurunan kelelahan dan dispnea
·
Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik
maupun emosional
·
Berada pada posisi yang tepat yang dapat
mengurangi kelelahan
·
Mematuhi aturan pengobatan
c. Mencapai perfusi jaringan yang normal
·
Mampu beristirahat yang cukup
·
Kulit hangat dan kosong dengan warna normal
·
Tidak memperlihatkan edema perifer
(Doenges Marilynn E,. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien)
Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran: EGC)
Muttaqin, Arif. 2009.
Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika
Rani, Aziz. 2006. Panduan
Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wilson
Lorraine M, 1895. Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit)
Buku 2, Edisi 4. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar